Minggu, 12 Juni 2016

Ketabahan dan Kekuatan Iman Rasulullah dan Para Sahabat



A.    Ketabahan dan Kekuatan Iman Rasulullah dan Para Sahabat
Sejak kecil Nabi Muhammad Saw. selalu diuji keatabahannya, Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminanah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalm asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun dia menjadi yatim piatu.
   Setelah Aminah meninggal, Abdul Mutalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggalkan dinuia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
    Pada masa kerasulan, setelah dakwah dilaksanakan secara terang-terangan, pemimpin kaum Qurais mulai berusaha mengahalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Setelah secara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan- tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan.[1]
B.     Beberapa Peristiwa yang Menimpa Orang Beriman di masa Makkah
Rasulullah lah orang yang beriman yang selalu di anaiaya dan di zalimi, seperti ketika Rasullah akan shalat di dekat ka’bah  maka Uqbah bin Abu Mu’ith, meletakan kotoran di antar pundak tatkalah beliau sedang sujud kepada Allah. Saat itu Rasulullah yanga ssedang sujud, tetap dalam keadaan sujud dan tidak mengangkat kepala beliau. Hingga Fathimah datang menghampiri beliau, lalu membuang kotoran itu dari punggung beliau.
   Menurut Ibnu Ishaq, orang-orang yang biasa menyakiti Rasulullah selagi di dalm rumah adalah Abu Lahab, Al-Hakam bin Abul-Ash bin Umayyah, Uqbah bin Abu Mu’ith, Adi bin Hamra’ Ats-Tsaqafi, Ibnul-Ashda’ Al-Hudzali, yang semuanya merupakan tetangga beliau. Tak seorang pun di antara mereka yang masuk Islam selain Al-Hakam bin Abul-Ash. Diantara mereka ada yang melamparkan isi perut seekor domba selagi beliau sedang shalat. Di antara mereka ada pula yang meletakkannya di dalam periuk beliau.[2]
   Gangguan dan siksaan-siksaan seperti ini tidak begitu berarti bagi diri Rasulullah, karena beliau memiliki kepribadian yang tidak ada duanya, berwibawa dan dihormati setiap orang, umum maupun khusus. Di samping itu, beliau masih mendapat perlindungan dari Abu Thalib, orang yang paling disegani dan dihormati di Makkah. Tetapi bagi orang-orang muslim, terlebih lagi mereka yang lemah, mak semua itu terasa amat sangat beratdan pahit. Pada saat yang sama setiap khabilah pasti menyiksa siapapun yang condong kepada Islam dengan berbagai mavam siksaan. Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai khabilah, maka mereka diserahan kepada para pemuka kaum, untuk mendapatkan berbagai macam tekanan.
Selagi Abu Jahal mendengar seseorang masuk Islam, mak dia memperingatkan, menakut-nakuti, menjanjika sejumlah uang dan kedudukan, jika orang tersebut dari kalangan oaarang yang terpandang. Namun dia akan melancarkan pukulan dan siksaan jika oarang yang masuk Islam dari kalangan orang awam dan lemah.
   Paman Utsman bin Affan pernah diselubugi tikar dari daun korma, lalu diasapi dari bawahnya. Tatkala ibu Mushab’ab bin Umair tahu anaknya masuk Islam, maka dia tidak diberi makan dan diusir dari rumah. Padahal dia bisa hidup enak, sehingga kulitnya mengelupas seperti ular yang berganti kulit.
Bilal yang saat itu menjadi budak Umayyah bin Khalaf, pernah dikalungi tali di lehernya, lalu dia diserahkan kepada anak-anak kecil untuk dibawa berlari-lari di sebuah bukit di Makkah, sehingga lehernya membilur karena bekas jaratan tali itu, karena memang Umayyah mengikat tali itu kencang-kencang, dan masih ditambahi lagi dengan pukulan tongkat. Suatu hari Abu Bakar lewat selagi orang-orang Quraisy berbuat seperti itu terhadap bilal. Lalu Abu Bakar membeli Bilal dengan seorang pemuda berkulit hitam. Ada yang berpendapat, Abu Bakar membelinya dengan tujuh uqiyah atau lima keping perak, lalu memerdekakannya.[3]

SUMBER :
Abdul mun’in abdul hamid, hakikat iman sebagaimana yang dilukiskan al quran dan sunah,Jakarta:2000
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.Sirah Nabawiyah.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2010
Rahman Lil-‘alamin, 1/57; Talqihul-Fuhum, hal 61 ; Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/317-318


[1] Abdul mun’in abdul hamid,hakikat iman sebagaimana yang dilukiskan al quran dan sunah.(jakart:2000).hal 196
[2] Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.Sirah Nabawiyah.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2010.hlmn 87
[3] Rahman Lil-‘alamin, 1/57; Talqihul-Fuhum, hal 61 ; Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/317-318


Tidak ada komentar:

Posting Komentar