A.
Ketabahan
dan Kekuatan Iman Rasulullah dan Para Sahabat
Sejak kecil Nabi Muhammad Saw.
selalu diuji keatabahannya, Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya
Abdullah, meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminanah. Muhammad
kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah sa’diyyah. Dalam asuhannyalah
Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua
tahun dia berada dalm asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun dia
menjadi yatim piatu.
Setelah Aminah
meninggal, Abdul Mutalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun,
dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggalkan dinuia karena renta. Tanggung
jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul
Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk makkah
secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Pada masa
kerasulan, setelah dakwah dilaksanakan secara terang-terangan, pemimpin kaum
Qurais mulai berusaha mengahalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah
pengikut Nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Setelah secara
diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-
tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin
ditingkatkan.[1]
B.
Beberapa Peristiwa yang Menimpa
Orang Beriman di masa Makkah
Rasulullah lah orang yang beriman
yang selalu di anaiaya dan di zalimi, seperti ketika Rasullah akan shalat di
dekat ka’bah maka Uqbah bin Abu Mu’ith, meletakan kotoran di antar
pundak tatkalah beliau sedang sujud kepada Allah. Saat itu Rasulullah yanga
ssedang sujud, tetap dalam keadaan sujud dan tidak mengangkat kepala beliau.
Hingga Fathimah datang menghampiri beliau, lalu membuang kotoran itu dari
punggung beliau.
Menurut Ibnu
Ishaq, orang-orang yang biasa menyakiti Rasulullah selagi di dalm rumah adalah
Abu Lahab, Al-Hakam bin Abul-Ash bin Umayyah, Uqbah bin Abu Mu’ith, Adi bin
Hamra’ Ats-Tsaqafi, Ibnul-Ashda’ Al-Hudzali, yang semuanya merupakan tetangga
beliau. Tak seorang pun di antara mereka yang masuk Islam selain Al-Hakam bin
Abul-Ash. Diantara mereka ada yang melamparkan isi perut seekor domba selagi
beliau sedang shalat. Di antara mereka ada pula yang meletakkannya di dalam
periuk beliau.[2]
Gangguan dan
siksaan-siksaan seperti ini tidak begitu berarti bagi diri Rasulullah, karena
beliau memiliki kepribadian yang tidak ada duanya, berwibawa dan dihormati
setiap orang, umum maupun khusus. Di samping itu, beliau masih mendapat
perlindungan dari Abu Thalib, orang yang paling disegani dan dihormati di
Makkah. Tetapi bagi orang-orang muslim, terlebih lagi mereka yang lemah, mak
semua itu terasa amat sangat beratdan pahit. Pada saat yang sama setiap
khabilah pasti menyiksa siapapun yang condong kepada Islam dengan berbagai
mavam siksaan. Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai khabilah, maka mereka
diserahan kepada para pemuka kaum, untuk mendapatkan berbagai macam tekanan.
Selagi Abu Jahal mendengar seseorang
masuk Islam, mak dia memperingatkan, menakut-nakuti, menjanjika sejumlah uang
dan kedudukan, jika orang tersebut dari kalangan oaarang yang terpandang. Namun
dia akan melancarkan pukulan dan siksaan jika oarang yang masuk Islam dari
kalangan orang awam dan lemah.
Paman Utsman bin
Affan pernah diselubugi tikar dari daun korma, lalu diasapi dari bawahnya.
Tatkala ibu Mushab’ab bin Umair tahu anaknya masuk Islam, maka dia tidak diberi
makan dan diusir dari rumah. Padahal dia bisa hidup enak, sehingga kulitnya
mengelupas seperti ular yang berganti kulit.
Bilal yang saat itu menjadi budak Umayyah
bin Khalaf, pernah dikalungi tali di lehernya, lalu dia diserahkan kepada
anak-anak kecil untuk dibawa berlari-lari di sebuah bukit di Makkah, sehingga
lehernya membilur karena bekas jaratan tali itu, karena memang Umayyah mengikat
tali itu kencang-kencang, dan masih ditambahi lagi dengan pukulan tongkat.
Suatu hari Abu Bakar lewat selagi orang-orang Quraisy berbuat seperti itu
terhadap bilal. Lalu Abu Bakar membeli Bilal dengan seorang pemuda berkulit
hitam. Ada yang berpendapat, Abu Bakar membelinya dengan tujuh uqiyah atau lima
keping perak, lalu memerdekakannya.[3]
SUMBER
:
Abdul mun’in abdul hamid, hakikat iman sebagaimana yang dilukiskan al quran dan sunah,Jakarta:2000
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.Sirah Nabawiyah.Jakarta:Pustaka
Al-Kautsar.2010
Rahman Lil-‘alamin, 1/57; Talqihul-Fuhum, hal 61 ; Sirah An-Nabawiyah, Ibnu
Hisyam, 1/317-318
[1] Abdul mun’in abdul hamid,hakikat iman sebagaimana yang dilukiskan al
quran dan sunah.(jakart:2000).hal 196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar